Satu tahun
sudah saya melewati waktu dengan menjadi mahasiswi Pendidikan Matematika
Universitas Indraprasta PGRI. Selama dua semester ini, saya dapat sedikit
merubah pola berpikir saya menjadi lebih sistematis, analitis dan logis dalam
menanggapi serta menghadapi berbagai hal yang saya alami. Satu tahun ini juga saya
berusaha dan terus berusaha memusatkan diri saya menjadi seorang calon guru
matematika suatu hari nanti (Amin Ya Allah).
Saya sangat
ingat, entah berapa dosen yang mengajar saya yang selalu bertanya dengan
berbagai macam kosa kata pengucapannya tetapi memiliki makna yag sama yaitu
sebuah pertanyaan yang sangat mendasar, “Apa Alasanmu Memilih Profesi Guru?”.
Ya, pertanyaan yang terdengar mudah tetapi agak bingung untuk menjawabnya khususnya
bagi saya yang ternyata masih harus mengolah kata menjadi kalimat untuk
menjawab pertanyaan tersebut. Saya ingat, saat itu awal pertemuan di semester 1
di kelas mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD), dosen saya yang imut
lucu lugu tetapi genius yang bernama Prianti
Megawanti, S.P., M. Pd yang
mengajukan pertanyaan tersebut kepada semua mahasiswa yang ada di kelas pada
saat itu. Tetapi karena waktu yang tidak memungkinkan jika semua mahasiswa
harus menjawab, maka beliau memberikan kesempatan kepada beberapa orang
mahasiswa saja yang menyampaikan jawaban terhadap pertanyaan tersebut.
Dosen:
“Apa alasanmu memilih profesi guru?”
Banyak
di antara mahasiswa yang menjawab, berbagai macam jawaban yang terdengar sangat
“WAAHH dan MULIA” sekali alasan yang mereka kemukakan, diantaranya adalah
sebagai berikut:
Mahasiswa
1: “Karena saya ingin mengamalkan ilmu yang telah saya miliki..”
Mahasiswa
selanjutnya: “saya memang ingin menjadi guru, guru adalah cita-cita saya dari kecil, bu...” (mulia sekali
cita-citanya).
Ada
juga yang menjawab: “dijelaskan di Al-Qur’an, bahwa salah satu yang tidak akan
hilang walaupun kita telah meninggal yaitu ilmu yang bermanfaat. Maka saya
ingin enjadi seperti itu, Bu. Ingin mengamalkan ilmu yang bermanfaat”. (luar
biasa).
Dan
saya sendiri menjawab terhadap diri saya sendiri, “sebenarnya menjadi seorang
guru bukanlah cita-cita saya yang sesungguhnya. Cita-cita saya yang
sesungguhnya adalah menjadi seorang POLWAN. *aaaahmewek* ehh J ini adalah cita-cita
mamaku, Bu. Awalnya saya sangat sebal kalau mama bicara saya disuruh menjadi
guru, sangat tidak mau karena cita-cita saya tersebut. Tetpi karena beberapa
faktor dan hal yang tidak mendukung dan merestui saya menjadi seorang POLWAN
akhirnya saya pun ambil fakultas pendidikan yang INSYAALLAH akan membimbing dan
menuntun saya menjadi guru profesional suatu hari nanti, maka saya ingin
mencerdaskan hidup bangsa, ingin meyakinkan murid-murid saya nanti kalau
matematika itu tidak menyeramkan bahkan mengasyikan”. Demikian jawaban siaya
yang amat panjang hehehe. Dan banyak lagi jawaban dari mahasiswa di kelas ISBD
saat itu.
Lalu
beliau (Dosen ISBD) mengatakan “kalau di antara anda yang masih tidak
mengetahui alasan anda mengapa ingin menjadi guru, tandanya anda nanti akan
dipermainkan oleh perkembangan zaman”, tandasnya.
Beliaupun melanjutkan, “Sebenarnya
kalian harus yakin betapa mulia dan berhaganya profesi seorang guru.
Ditangannyalah dihasilkan berbagai macam jenis manusia di dunia ini. Oleh
karena ilmu, bimbingan dan didirikan seorang gurulah maka saya ada dihadapan
anda sekalian. Jadi anda jangan mempermainkan profesi sebagai guru. Kalian
tidak hanya berguna di dunia tapi juga di balasi amal yang berlipat ganda di
akhirat kelak. Tinggal tergantung kalian bagaimana agar bisa menghasilkan
peserta didik yang kompeten dan menjadi manusia yang bermanfaat atau malah
sebaliknya..”
Semua diam. Tidak tahu apa yang
dipikirkan. Ada yang mendengarkan dengan seksama, ada yang menerawang dan ada
juga melamun.. dan sebagainya.
Kemudian beliau melanjutkan
lagi,,
“Siapa yang mengajarkan ilmu pada
Presiden?”
“Guru…..”
“siapa yang mengajarkan ilmu pada
para Dokter?”
“Guru…..”
“Yang menghasilkan para
Insinyur?”
“Guru…..”
“Lalu yang mengajarkan seorang
jadi Koruptor???”
“Juga guru……”
Semua yang ada dikelas ketika itu
langsung tertawa mendengar hal seperti itu.
Saya
jadi termotivasi kembali. Ketika beberapa hari ini saya merasa jenuh dan kurang
gairah karena banyak yang merendahkan dan memojokkan profesi seorang guru. Guru
begitu mulia. Mulia disini bukan dari segi kesempurnaannya namun mulia karena
profesinya.
Seharusnya
orang-orang memahami akan hal ini. Hargailah seorang guru. Jangan nilai mereka
seenaknya. Karena guru juga manusia biasa yang tak luput dari berbagai
kekurangan.
Lalu Bapak kembali melanjutkannya
dengan memberikan pernyataan,
“Namun saya tidak mau jadi guru!”
“Hah..!! kenapa Bu??” Kami
menjawab dengan ekspresi sedikit keheranan.
“Saya tidak mau jadi guru karena
saya mau jadi guru besar..”
Semua kelas kembali tertawa
mendengar ucapan beliau. Kemudian kami serentak mengamini ucapan beliau
tersebut… :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar