Kamis, 02 Agustus 2012

“Apa alasanmu memilih profesi guru?”



Satu tahun sudah saya melewati waktu dengan menjadi mahasiswi Pendidikan Matematika Universitas Indraprasta PGRI. Selama dua semester ini, saya dapat sedikit merubah pola berpikir saya menjadi lebih sistematis, analitis dan logis dalam menanggapi serta menghadapi berbagai hal yang saya alami. Satu tahun ini juga saya berusaha dan terus berusaha memusatkan diri saya menjadi seorang calon guru matematika suatu hari nanti (Amin Ya Allah).
Saya sangat ingat, entah berapa dosen yang mengajar saya yang selalu bertanya dengan berbagai macam kosa kata pengucapannya tetapi memiliki makna yag sama yaitu sebuah pertanyaan yang sangat mendasar, “Apa Alasanmu Memilih Profesi Guru?”. Ya, pertanyaan yang terdengar mudah tetapi agak bingung untuk menjawabnya khususnya bagi saya yang ternyata masih harus mengolah kata menjadi kalimat untuk menjawab pertanyaan tersebut. Saya ingat, saat itu awal pertemuan di semester 1 di kelas mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD), dosen saya yang imut lucu lugu tetapi genius yang bernama Prianti Megawanti, S.P., M. Pd  yang mengajukan pertanyaan tersebut kepada semua mahasiswa yang ada di kelas pada saat itu. Tetapi karena waktu yang tidak memungkinkan jika semua mahasiswa harus menjawab, maka beliau memberikan kesempatan kepada beberapa orang mahasiswa saja yang menyampaikan jawaban terhadap pertanyaan tersebut.
                Dosen: “Apa alasanmu memilih profesi guru?
                Banyak di antara mahasiswa yang menjawab, berbagai macam jawaban yang terdengar sangat “WAAHH dan MULIA” sekali alasan yang mereka kemukakan, diantaranya adalah sebagai berikut:
                Mahasiswa 1: “Karena saya ingin mengamalkan ilmu yang telah saya miliki..”
                Mahasiswa selanjutnya: “saya memang ingin menjadi guru, guru adalah cita-cita saya dari            kecil, bu...” (mulia sekali cita-citanya).
                Ada juga yang menjawab: “dijelaskan di Al-Qur’an, bahwa salah satu yang tidak akan hilang walaupun kita telah meninggal yaitu ilmu yang bermanfaat. Maka saya ingin enjadi seperti itu, Bu. Ingin mengamalkan ilmu yang bermanfaat”. (luar biasa).
                Dan saya sendiri menjawab terhadap diri saya sendiri, “sebenarnya menjadi seorang guru bukanlah cita-cita saya yang sesungguhnya. Cita-cita saya yang sesungguhnya adalah menjadi seorang POLWAN. *aaaahmewek* ehh J ini adalah cita-cita mamaku, Bu. Awalnya saya sangat sebal kalau mama bicara saya disuruh menjadi guru, sangat tidak mau karena cita-cita saya tersebut. Tetpi karena beberapa faktor dan hal yang tidak mendukung dan merestui saya menjadi seorang POLWAN akhirnya saya pun ambil fakultas pendidikan yang INSYAALLAH akan membimbing dan menuntun saya menjadi guru profesional suatu hari nanti, maka saya ingin mencerdaskan hidup bangsa, ingin meyakinkan murid-murid saya nanti kalau matematika itu tidak menyeramkan bahkan mengasyikan”. Demikian jawaban siaya yang amat panjang hehehe. Dan banyak lagi jawaban dari mahasiswa di kelas ISBD saat itu.
                Lalu beliau (Dosen ISBD) mengatakan “kalau di antara anda yang masih tidak mengetahui alasan anda mengapa ingin menjadi guru, tandanya anda nanti akan dipermainkan oleh perkembangan zaman”, tandasnya.

Beliaupun melanjutkan, “Sebenarnya kalian harus yakin betapa mulia dan berhaganya profesi seorang guru. Ditangannyalah dihasilkan berbagai macam jenis manusia di dunia ini. Oleh karena ilmu, bimbingan dan didirikan seorang gurulah maka saya ada dihadapan anda sekalian. Jadi anda jangan mempermainkan profesi sebagai guru. Kalian tidak hanya berguna di dunia tapi juga di balasi amal yang berlipat ganda di akhirat kelak. Tinggal tergantung kalian bagaimana agar bisa menghasilkan peserta didik yang kompeten dan menjadi manusia yang bermanfaat atau malah sebaliknya..”

Semua diam. Tidak tahu apa yang dipikirkan. Ada yang mendengarkan dengan seksama, ada yang menerawang dan ada juga melamun.. dan sebagainya.
Kemudian beliau melanjutkan lagi,,

“Siapa yang mengajarkan ilmu pada Presiden?”
“Guru…..”
“siapa yang mengajarkan ilmu pada para Dokter?”
“Guru…..”
“Yang menghasilkan para Insinyur?”
“Guru…..”
“Lalu yang mengajarkan seorang jadi Koruptor???”
“Juga guru……”
Semua yang ada dikelas ketika itu langsung tertawa mendengar hal seperti itu.
                Saya jadi termotivasi kembali. Ketika beberapa hari ini saya merasa jenuh dan kurang gairah karena banyak yang merendahkan dan memojokkan profesi seorang guru. Guru begitu mulia. Mulia disini bukan dari segi kesempurnaannya namun mulia karena profesinya.
                Seharusnya orang-orang memahami akan hal ini. Hargailah seorang guru. Jangan nilai mereka seenaknya. Karena guru juga manusia biasa yang tak luput dari berbagai kekurangan.
Lalu Bapak kembali melanjutkannya dengan memberikan pernyataan,
“Namun saya tidak mau jadi guru!”
“Hah..!! kenapa Bu??” Kami menjawab dengan ekspresi sedikit keheranan.
“Saya tidak mau jadi guru karena saya mau jadi guru besar..”
Semua kelas kembali tertawa mendengar ucapan beliau. Kemudian kami serentak mengamini ucapan beliau tersebut… :)

semoga bermanfaat, Sulistioningsih :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar